Tuesday, October 16, 2012

Guru Bukannya Mencetak Murid Pencontek!!



Saat itu adalah hari pertama Ujian Nasional (UN) dan mata pelajaran yang diujiankan, Matematika. Semua peserta ujian masuk keruang ujian masing-masing mempersiapkan alat tulis. Tidak berapa lama kemudian, dua orang pengawas memasuki ruangan kelas saya. Tapi, peserta ujian diruangan kelas terkejut karena satu dari dua pengawas tersebut masuk sambil marah-marah.

“Guru kalian itu ga bisa diajak kerja sama” Kata seorang pengawas tadi.

Suasana kelas yang masih terkejut tetap terdiam

“Siswa saya, yang dia awasi ujiannnya, dicatat namanya karena menyontek. Kita sama ngerti sajalah, standar nilai sekarang itu naik, semuanyakan juga mau lulus. Kok malah diketatin??! Awas ya, kalian jangan macam-macam. Yang ketahuan nyaontek langsung saya catat namanya!!”

Setelah itu, para peserta mengerjakan soal ujian dengan suasana yang sangat tegang dari awal hingga akhir. Termasuk saya yang ada diruangan tersebut. Bagaimana tidak, mental peserta yang tidak tahu apa-apa tiba-tiba dimarahi langsung down dengan sikap pengawas tersebut.

Itu adalah pengalaman pribadi saya saat mengikuti Ujian Nasional SMA tahun 2008.

Para pengawasan ujian adalah guru-guru dari sekolah lain yang mata pelajarannya tidak diujiankan. Dan ya, saya harus jujur, saat mengikuti ujian pada mata pelajaran lainpun, memang sangat terasa bahwa banyak pengawas yang melonggarkan pengawasannya. Seolah-olah telah ada ‘persetujuan dibelakang layar’ antar pengawas ujian kalau mereka akan melonggarkan pengawasan ujian. Alhasil, peserta cukup leluasa melakukakan aksi menconteknya. Hanya ada teguran-teguran sederhana kepada siswa yang ‘kelakuannya’ terlalu mencolok.

Lalu apakah goal dari sebuah ujian hanya lulus dan angka yang tertera diatas kertas semata? Dalam pandangan saya, saat ini banyak dari kita lebih mementingkan nilai dari pada pemahaman dari suatu materi pembelajaran. Apa bila seorang murid mendapatkan nilai tinggi maka dia pintar, lalu bila seorang murid lainnya mendapatkan nilai rendah maka dia bodoh/pemalas. Bukan berarti nilai tidak penting, tapi proses pembelajaran, daya juang seorang murid untuk mencapai tingkat mengerti materi pelajaran jauh lebih penting. Bukan hanya sekedar nilai diatas kertas. Siapa yang tahu nilai tersebut didapatkan dengan cara yang benar atau tidak. Apa gunanya nilai tinggi, namun sebenarnya murid tidak paham materi yang dipelajarinya. Hasilnya akan berdampak pada tidak adanya aplikasi nyata dari apa yang telah dipelajarinya, dan akan mempengaruhi tingkat percaya dirinya untuk melakukan sesuatu.

Hal ini juga memperbesar jarak antar siswa yang pinta akan semakin pintar, sedangkan siswa yang pemalas akan semakin malas karena merasa santai akibat diberi ruang untuk aktifitas mencontek.

Lalu bagaimana mungkin murid dapat mencapai tingkat mengerti dari materi pelajaran, sedangkan guru sebagai pengajar dan pendidik juga mendukung pencapaian nilai diatas kertas saja. Berdasarkan pengalaman saya, hanya sebagian kecil guru yang benar-benar mementingkan siswa mengerti akan materi pelajaran dari pada nilai diatas kertas.

Perlu dilakukan perubahan mind set secara global, bahwa bukan nilai tujuan atas pembelajaran, tapi bagaimana mencapai tingkat mengerti atas materi yang dipelajari. Hal ini bisa terwujud dengan dukungan kurikulum pembelajaran, pola didik dan mengajar yang diberikan para guru, dan kemauan siswa untuk benar-benar mau mengerti materi pelajaran.

Sistem ujian open book/open note saya pikir juga efektif untuk mengurangi aktifitas mencontek saat ujian berlangsung. Sekaligus membangun rasa percaya diri siswa akan jawabannya sendiri. Selanjutnya, bagaimana guru merancang soal untuk metoda open book/open note.












Wednesday, May 9, 2012

I Hate Lose



Hai bloggers!! I come back here, to share some thing. Like previous writting, i write base on something happen around me.

So, i got inspire to write when i was on public transportation. I didnt meant eavesdrop someone’s conversation  who beside me. I can hear because she spoke loudly enough. She was on the phone. There i know that she failed in job test. From long conversation, i got a line. Important, meaningful, “I hate lose”
Well, lets dicuss about  ‘hate lose’. Some one who has character like that, maybe we can say that they have high fighting spirit to get what they want. Do effort as hard and as good as possible. Because they dont wanna be a loser.

I think that is very good character. Some of my friends have its. Usually, they also have high dream. They dont care what others say. If they want some thing they have to get it. With a character like that, most of them get what they want, because their high fighting sprit.

But, after saw a girl beside me, i got negative thing from its character. They hate lose. Not only them. Every one hate lose. But,  most of them who have character really hare lose, dealing the defeat was’t well. We have realize, we are not always be a winner. There is always the time we are above and below. Too hard to always be a winner, can make us forget of the restrictions on the ability. Can make us forget that there are always something or someone more than us, although we are as good as any. Too hard to always be a winner, can make us being arogant. In fact, probably the defeat of the case, are the moments, we have to bowed to thanks the victories we have ever been obtained. Too hard to be a winner, can make us being a person who are never satisfied with everything we’ve obtained previously.

 In my opinion, win and lose is needed. So that we can wise in dealing both of them. It doesnt mean we have to always lose, but we couldn’t be a winner always in any time.

Wednesday, April 4, 2012

Apakah BBM Perlu Naik?


Setelah lama tidak menulis di ariefbicara.blogspot.com, kemarin sore saat perjalanan saya dari Jatake menuju kawasan sekitaran Alam Sutera Tangerang via tol, inspirasi untuk menulis blog ini muncul. Ya, tepatnya saat saya terjebak hujan deras yang mengguyur Jakarta, Tangerang dan sekitarnya. Saya memilih untuk berteduh di salah satu rest area setelah turun dari angkutan umum yang saya tumpangi. Memanfaatkan atap SPBU yang ada disana.

Seiring dengan isu yang sedang panas di Indonesia saat ini tentang kenaikan BBM, dan menyaksikan kejadian langsung keadaan yang terjadi di tempat pengisian BBM, spontan saya mendapat ide yang mungkin  saja bisa sedikit memberikan

Ya, yg ingin saya soroti adalah tentang kenaikan BBM yang saat ini sedang hot dibicarakan. Apakah harga BBM perlu untuk dinaikkan atau tetap di subsidi oleh pemerintah? Siapa yang berhak atas penggunaan BBM bersubsidi?

Sebelumnya, saya ingin sedikit memaparkan rakyat Indonesia dalam sudut pandang saya. Dengan berbagai kondisi yang ada khususnya pemerintah, harus melihat hal-hal lain sebelum menaikkan harga BBM. Seperti hal tingkat perekonomian kebanyakan rakyat Indonesia. Masih banyak rakyat Indonesia yang ya... kalo tidak dikatakan miskin bolehlah dikatakan hidup yang sangat pas-pasan dalam kesehariannya. Masih banyak rakyat Indonesia yang harus selalu berhemat dalam pengeluaran kesehariannya agar tetap dapat terus menyambung hidup ke hari selanjutnya. Disisi lain, beberapa kalangan rakyat Indonesia sudah berlebih pendapatannya untuk mencukupi kebutuhan perut bahkan untuk keperluan mengikuti trend yang ada.

Pada dasarnya, saya setuju saja kalau harga bahan bakar minyak di naikkan. Tapi apakah seluruh kalangan rakyat Indonesia yang harus menanggungnya? Saya rasa tidak! Karena saya pikir masih ada solusi agar bagaimana kalau harga BBM naik, tapi perekonomian rakyat pun tidak ‘tercekik’
Larangan mobil-mobil tertentu untuk menikmati premium yang bersubsidi sudah lama keluar. Hanya saja masih sangat banyak mobil-mobil bermerk yang bandel. Tanpa rasa malu...

Bagaimana kalau kita (masyarakat dan pemerintah) memberikan suatu hukuman. Entah apa nama hukuman itu tepatnya, tapi saya sebut dengan PENGUCILAN SOSIAL. Setiap mobil pribadi dengan merk dan jenis tertentu diharuskan membeli bahan bakar tak bersubsidi sebagai bahan bakarnya. Lalu bagai mana kalau mereka tetap bandel? Tidak apa-apa.. silahkan. Hanya saja mereka harus rela mobilnya di tempeli stiker berukuran besar (100cmx50cm mungkin ya), yang lebih kurang seperti ini: 

Itu harus terus tertempel sampai pengisian bahan bakar selanjutnya yang tidak  bersubsidi. Mungkin perlu dicarikan bahan yang mampu menempel secara permanen sekitar satu minggu atau lama waktu rata-rata sebuah kendaraan mengisi bahan bakarnya. Tujuan penempelan stiker ini adalah memaksa mereka menggunakan BBM tak bersubsidi atau beralih pada kendaraan umum.

Selanjutnya, siapa yang diperbolehkan menikamti bahan bakar bersubsidi? Ya, transportasi umum, kendaraan roda dua, kendaraan pribadi roda empat dengan klasifikasi bukan kendaraan mewah,kendaraan angkutan barang. Angkutan barang termasuk didalamnya agar bahan sembako atau kebutuhan lainnya tidak ikut naik secara drastis. Seiring waktu berjalan, secara bertahap kendaraan pribadi roda empat dan roda dua akan dikenakan juga larangan untuk tidak menikmati bahan bakar bersubsidi. Tujuan utama tentunya menekan sekuat mungkin agar yang menikmati bahan bakar bersubsidi makin sedikit. Tujuan keduanya untuk mengurangi kemacetan banyak terjadi di Indonesia khususnya Jakarta. 

Dalam waktu yang bersamaan, pemerintah didukung dengan masyarakat harus membenahi fasilitas dan menajemen transportasi umum menyeluruh di Indonesia. Bukan hanya kendaraan umum yang memadai, tapi juga yang layak, nyaman, aman dan harga terjangkau.
Dengan cara seperti ini, diharapkan tidak hanya satu masalah yang terselesaikan, tapi juga dua tiga atau mungkin lebih.

Ini mungkin bukan solusi terbaik yang ada. Hanya saja, saya mencoba menyampaikan ide-ide yang mungkin diterapkan. Menolak kenaikan BBM tidak dengan berteriak, membuat kemacetan dijalan, bahkan berbuat anarkis yang bisa merugikan banyak pihak juga. Tapi saya salah seorang warga negara yang menolak kenaikannya dengan memberikan solusi-solusi. Karena saya peduli dan ingin ikut berkontribusi atas pembenahan negara saya