Saturday, September 28, 2013

Menulis Dengan Hati

Percakapan saya dengan salah seorang teman;
T: Lagi ngapain?
S: Lagi nyusun tulisan
T: Oh, emang untuk kerjaan?
S: Bukan, tulisan pribadi kok
T: Buat di blog maksudnya?
S: Lebihkurang begitu *sambil nyengir*. Lu punya blog ga?
T: Ga. Gua ga bisa ngarang soalnya

Well, itu potongan percakapan saya dengan seorang teman beberapa hari yang lalu. Saya bukan orang yang fanatik dengan blog. Tapi boleh ya saya disebut sebagai seorang blogger juga :D
Lalu, pandangan saya terhadap blog dan menulis?

Ya, saya juga termasuk orang yang sangat tidak pandai mengarang. Tingkat imajinasi yang tidak memadai untuk membuat sebuah karangan. Tapi, akan beda hasilnya, ketika sebuah tulisan yang kita buat diisi dengan ruh *ihiiy :P. Maksudnya, jangan jadikan menulis itu sebagai kerjaan mengarang. Menulislah sesuai dengan apa yang sedang kita rasakan dalam hati, menulislah sesuai seperti apa yang sedang ada dalam pikiran kita. Hasilnya, jari ini seolah akan terus bekerja untuk mengetik ataupun menulis. Jangan dibuat-buat, biarkan apa tertulisa apa adanya. Hanya yang perlu diperhatikan adalah etika penulisannya. Susunan kalimat, yang sebisa mungkin ketika orang lain yang membaca, akan ikut mengerti apa yang sedanga ada dalam perasaan atau pikiran kita.

Berdasarkan pengalaman, saya pernah memaksakan menulis tanpa mengikut sertakan persaan/pikiran. Tulisannya memang jadi, tapi entah kenapa tidak ada kepuasan disana, selalu merasa tulisan itu jelek. Bukan berarti ketika tulisan saya mengikut sertakan perasaan/pikiran itu jadi bagus, tapi saya merasa puas, dan saya merasa emosi yang sedang dirasakan itu benar-benar tersalurkan :)

Ketika tulisan saya bersangkut paut dengan masalah hati/perasaan, entah itu diri saya pribadi, ataupun itu orang lain biasanya saya tulis di http://hatiariefnurman.blogspot.com/  Jangan salah, ketika orang lain curhat, kita bisa ikut merasakan apa yang sedang dialaminya, itu juga bisa jadi bahan tulisan kita lho. Lalu, ketika tulisan itu mengenai opini saya terhadap sesuatu, saya biasa post di http://ariefbicara.blogspot.com/ dan ada beberapa blog lainnya :)

So, ayo ubah pandangan kita tentang menulis. Jangan jadikan lagi kalau menulis itu adalah  sebuah kegiatan mengarang
Happy blogging :D

Tuesday, September 24, 2013

Antara Gagal dan Sukses Itu Terhalang Dua Tembok

Tulisan ini saya buat, dengan harapan semoga ketika saya sedang down nanti, tulisan ini akan bisa ikut membantu saya kembali S.E.M.A.N.G.A.T :)  Syukur-syukur kalau teman-teman blogger bisa juga kembali bersemangat setelah membaca tulisan ini.

Ada kutipan yang menyatakan kalau 'Semua orang itu pasti ingin sukses, hanya saja tidak semua orang layak untuk menjadi sukses'
Kenapa, karena tidak semua orang mau membayar harga sukses tersebut. Harganya, entah itu suka atau duka, jatuh dan bangun, tangis dan tawa. Jalannya bisa saja setapak, terjal, berlubang, atau bahkan jurang. Harganya, adalah sebuah tempaan agar kita layak disebut sukses. Tempaan itu adalah proses. Dan proses itu sendiri membutuhkan waktu.

Albert Enstein adalah ilmuwan abad 20 yang terkenal dengan teori Relativitas. Bahkan dia adalah salah satu peraih Nobel. Namun, dibalik itu semua dia adalah seorang anak yang terlambat bicara dan juga mengidap autisme. Waktu kecilnya, dia juga suka lalai dalam pelajaran.

Thomas Alfa Edison melakukan ratusan bahkan hingga ribuan kali percobaannya sebelum ia bisa membuat sebuah lampu. Dibeberapa sumber disebutkan percobaannya mencapai 900 kali lebih sebelum lampu berhasil dibuat. Dimasa kecilnya, ia disebut sebagai anak yang sangat bodoh sampai-sampai ia dikeluarkan dari sekolahnya.

Seorang Kolonel Harland Sanders harus bereksperimen membuat resep ayam goreng yang lezat, dan bertubi-tubi (1009kali) mengalami penolakan hingga resep ayam gorengnya benar-benar diakui.

Ternyata, untuk menjadi sukses itu, perlu dua hal, pertama kemauan yang kuat, lalu diikuti dengan action bertubi-tubi.

Tidak hanya sekedar niat, tapi juga kemauan yang kuat. Sehingga ketika kita melakukan sesuatu tidak setengah-setengah karena kemauannya sudah sangat kuat. Menurut saya, kemauan itu sudah berada satu langkah, didepan niat. 

Action bertubi-tubi. Kenapa harus menggunakan kata bertubi-tubi? Kita lihat, berapa kali kegagalan Thomas Alfa Edison sebelum dia membuat sebuah Lampu? Berapa kali Sorang Kolonel Sanders harus menyodorkan resep ayam gorengya hingga akhirnya diakui?

Apakah perlu suatu hal yang disebut dengan kepintaran, atau bahkan jenius? Apalah artinya sebuah kepintaran tapi tidak diikuti dengan aksi nyata. Hasilnya akan nol besar, bukan?

Kita tidak pernah tau, di-action atau percobaan kita yang keberapa kita akan mencapai sesuatu yang kita inginkan. Hanya saja dengan melakukan action secara terus menerus, setidaknya kita sudah mengurangi jatah gagal kita, dengan kata lain, kita akan semakin dekat dengan keberhasilan :D. Setidaknya seperti itu lah yang dikatakan oleh akun twitter @Motivatweet 

Gagal dan Sukses Itu Terhalang Dua Tembok, itu adalah versi saya. Namun setiap orang pun bisa mendefinisikannya menurut sudut pandangnya pribadi. 

"Pemenang tidak pernah berhenti, dan mereka yang berhenti tidak akan pernah menang"

"Orang-orang tidak gagal, ia hanya berhenti untuk mencoba"

"He who asks is a fool for five minutes, but he who doesnt ask remains a fool forever"

Referensi:
http://www.catatanmotivasi.com/2010/11/kegagalan-bukan-akhir-dunia.html
http://www.glorianet.org/manati/934-thomas-alva-edison
http://kolom-biografi.blogspot.com/2012/02/biografi-kolonel-harland-sanders.html

Saturday, September 21, 2013

Kenapa Egois Sekali?

Bukan kasus baru kalau kita menjumpai ibu kota tercinta, Jakarta selalu dihantui dengan macet. Sangking parah macetnya, banyak orang bilang, kalau warga Jakarta itu pada umumnya tua dijalan. Aduh, parah banget. Hal ini terjadi membludaknya kendaraan pribadi. Entah itu kendaraan roda empat, apalagi kendaraan roda dua.


Sejak beberapa tahun yang lalu, untuk mendukung transportasi massal, maka diadakanlah busway. Bahkan, untuk menarik banyak peminat warga jakarta menggunakan busway, maka dibuatkanlah jalur khusus dengan tujuan bebas hambatan, tidak terkena macet lagi.

Hanya saja, sangat disayangkan, (dengan maaf sebelumnya) pembuatan jalur busway ini harus dicemari oleh pengguna kendaraan pribadi yang egois. Bagaimana tidak egois? Sudahlah tidak mendukung untuk menggalakkan penggunaan transportasi masal, ditambah lagi menggunakan jalur yang seharusnya bukan haknya.

Ya,,, menggunakan kendaraan pribadi hak masing-masing orang. Saya pun, jujur, menggunakan kendaraan pribadi. Tapi, ayolah.... kita hormati para saudar-saudara kita yang menggunakan jalur khusus untuk transportasi umum. Semua dari kita mempunyai kepentingan masing-masing. Namun bukan berarti kita bebas melakukan apapun seenaknya.

Lho, jalur busway-nya lagi kosong kok!!
Saya rasa bukan masalah kosong atau tidak, tapi peraturannya adalah, selain kendaraan umum (Busway) tidak boleh masuk ke jalur tersebut. Bahkan, tidak jarang saya melihat, jalur kendaraan umum lancarpun, masih banyak yang tetap memilih jalur busway. Kenapa? Entahlah... saya tidak mengerti